****~Gaya Kerudung Demokratis [Tutup Auratmu Sesuai Syari'ah!!!]~****
_Bismillahirrahmaanirrahiim_
Nggak sedikit muslimah yang ogah menutup aurat. Nggak sedikit juga yang malah ‘menjualnya’. Inikah produk demokrasi?
Buat para akhwat yang idup di jaman Pentium IV ini, menutup bodi dengan
jilbab dan kerudung memang dilema. Mereka kudu milih antara kewajiban
menutup aurat dengan gaya. Satu sisi perintah agama, di sisi lain
kayaknya kok nggak gaul ya?
Kewajiban udah jelas, seluruh tubuh
wanita adalah aurat kecuali muka ama telapak tangan, pekik para ulama.
So, rambut, telinga, leher, bodi plus awak, wajib diumpetin di balik
khimar dan jilbab.
Sementara itu, pergaulan nuntut sebaliknya.
Kudu trendi, ngegaya, dan ini…harus memamerkan ‘aset-aset’ pribadi. Yang
kulitnya mulus, sayang kalo diumpetin. Yang rambutnya indah terurai,
kenapa juga kudu dibungkus kain kerudung, emangnya lemper.
Belum lagi macam-macam pandangan en tuntutan orang laen buat cewek
berkerudung plus berjilbab kayaknya gimana gitu. Kudu pinter baca Al
Qur’an, kudu jauh dari acara ngegosip, kudu jaga jarak ama kendaraan di
depan eh ama cowok dalam pergaulan, en segudang kudu-kudu laennya.
Tuntutan kayak begitu terang aja bikin banyak cewek jiper alias ngeri
untuk berkerudung dan berjilbab.
:::BERHIJAB Nggak Wajib?
Whuaaa…yang bener aja? Yup, itu setidaknya dilontarkan oleh sejumlah
‘cendekiawan’ muslim kontemporer. Jaman Orde Baru masih berkuasa, ada
seorang pejabat yang bersemangat menentang kewajiban berjilbab dengan
bilang, “Anak dan istri saya saja tidak berjilbab.” Hmm,
berani-beraninya.
Kalau sekarang jama’ah Jaringan Islam Liberal
(JIL) paling getol menghujat kewajiban jilbab ini. Kata mereka, para
ulama yang menafsirkan jilbab itu udah terpengaruh diskriminasi gender.
Mereka mendiskriditkan kaum wanita. Pendapat mereka ini tentunya
bersandarkan pada pendapat para orientalis, pemikir yang satu geng, dan
juga kajian Islam secara sosiohistoris. Mereka juga keberatan seandainya
jilbab itu dipaksakan atas setiap muslimah. Pokoknya, berjilbab itu
harus karena kesadaran sendiri.
::::Ada beberapa alasan yang menurut mereka jilbab dan kerudung itu nggak wajib:
Pertama, mereka bilang kalau jilbab itu budaya Arab, bukan budaya
Islam. Lagian, ajaran Islam itu kudu dicocokin ama kondisi budaya
setempat. Istilahnya Islam lokal. Prinsip mereka, “Tidak diingkari
perubahan hukum (syara’) dengan perubahan zaman dan tempat”.
Ya, mirip-mirip burger racikan McDonald. Semua harus burger ala Amrik
kan? Perlu ada rasa lokal. Maka dibikinlah McRendang, McSatay,
McBangkok, malah ada juga burger tempe. Jadi ada juga “jilbab” ala
Indonesia. Yang gimana tuh? Yang penting SOPAN, tidak menggoda pria,
kata mereka. Seorang pemikir Islam malah menyebut jilbab itu lebih pada
suruhan untuk sopan dan bersahaja (modesty) yang bisa dilakukan siapa
saja.
Kedua, masih kata mereka, jilbab itu diwajibkan di jaman
wanita belum dihargai. Buktinya, menurut mereka, surat Al Ahzab ayat 59
berbunyi, “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.” Nah, karena kata mereka sekarang ini
kaum wanita sudah banyak dihargai maka berjilbab bukan kewajiban lagi.
Teman-teman, pendapat-pendapat di atas jelas punya banyak kelemahan dan
ketidakberesan. Emang bener kalau budaya Arab itu nggak selamanya
identik dengan budaya Islam. Contohnya, naik unta itu nggak fardlu juga
nggak sunnah, walaupun seumur hidup Rasulullah naik unta. And so on
pakai terompah ala Ali Baba atau Aladdin juga nggak wajib. Buat kita,
yang jadi bagian hukum syara’ itu adalah apa yang diatur sama Allah di
dalam dalil-dalil syara (Al Qur’an, As sunnah, Ijma shahabat dan qiyas).
So, kalau dalam keempat sumber hukum Islam itu ada keterangannya, en
jelas hukumnya, ya itu adalah bagian dari ajaran Islam. Bukan budaya
bangsa mana-mana. Contohnya, bacaan shalat en azan itu emang harus pake
bahasa Arab nggak bisa diganti ama bahasa lain, baik bahasa daerah
masing-masing, apalagi coba-coba pake bahasa tubuh.
Walaupun
jilbab dan kerudung itu sudah dipakai sebagian kaum wanita di Arab di
jaman pra-Islam, tapi kita mengakuinya sebagai hukum syara’ karena
begitulah yang dikatakan Islam. Bukan cuma buat wanita Arab. Islam juga
yang ngasih batasan-batasan en ketentuan berjilbab yang khas bagi para
muslimah. Simak aja firman Allah, “Wahai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, dan anak-anakmu dan istri-istri orang beriman …”(Al
Ahzab: 59). Jadi, perintah berjilbab dan berkerudung itu adalah atas
setiap muslimah, baik dia orang Arab ataupun bukan orang Arab.
Pernyataan bahwa jilbab itu wajib karena di zaman itu perempuan nggak
dihargai, korslet. Kagak nyambung. Karena pada zaman kekhilafahan Islam,
saat kaum wanita terlindungi dan merasa aman, tetap saja mereka wajib
mengenakannya. Lagian, kalau pernyataannya seperti itu, gimana dengan
zaman sekarang, dimana perempuan jauh lebih nggak dihargai ketimbang di
zaman jahiliyah? Liat aja kekerasan pada wanita sekarang jauh lebih
meningkat ketimbang jaman Rasulullah saw. dulu.
Terus, kalau
dibilang pakaian cewek yang penting sopan (modesty), nah sopan versi
mana dulu nih. Kalau menurut penganut ‘madzhab’ Britney Spears atau
Agnes Monica, ?celana melorot ke pinggang yang mereka pake itu pasti
terkategori sopan. Ber-koteka, menurut suku asli Irian Jaya pastinya
juga udah terbilang sopan. Nah, mau ikut sopan versi mana nih?
Dalam kehidupan manusia, seringkali diperlukan paksaan untuk berbuat
baik. Ini nggak bisa ditolak. Bukankah manusia suka berbuat begitu pada
sesamanya? Liat aja aturan 3 in 1 di Jakarta, itu kan paksaan juga? Atau
bayar pajak juga paksaan, kan? Gelinya, para pengkritik jilbab ini
nggak pernah kedengaran tuh mengkritik paksa-memaksa sesama manusia.
Tapi Allah mereka kritik kalau maksa-maksa manusia. Jangan-jangan nanti
bakal ada tanggapan, kalau mau berhenti nyopet ya harus karena kesadaran
sendiri jangan karena dipaksa. ANCURRR!
Intinya sih, kita mau
bilang, kalau ukuran baik dan buruk, terpuji dan tercela, diserahkan
pada akal en hawa nafsu manusia, hasilnya seperti kata Opa Iwan Fals,
ANCURRRR! Nah, daripada belaga pinter padahal ber-IQ jongkok, mendingan
kita nurut aja deh pada yang dikatakan Allah.
::::Racun Demokrasi
Usaha-usaha untuk ngancurin citra jilbab emang dahsyat bener. Udahlah
secara pemikiran diancurin seperti cara-cara di atas, eh praktiknya juga
diacak-acak. Seperti yang bisa kamu baca di Studia 1, nggak sedikit
muslimah yang niatnya ingin menutup aurat, tapi sayang belum sempurna.
So, mata para cowok belum juga bebas dari pemandangan yang tidak boleh
dipandang, gara-gara nggak sedikit muslimah yang belum total nutup aurat
mereka. Keliatannya, mereka juga ingin berbusana muslimah tapi juga
nggak mau keilangan kesempatan untuk Te Pe (Tebar Pesona). Jadilah
mereka berkerudung tapi tetap full press body.
Ini semua,
berawal dari diterimanya paham demokrasi dalam kehidupan kaum muslimin.
Yup, seperti yang kamu tahu dalam demokrasi emang berdagang kebebasan.
Manusia-manusia demokratis bebas berbuat apa saja, asalkan nggak
mengganggu kebebasan orang lain.
Dalam demokrasi pula nggak ada
prinsip benar dan salah yang absolut atawa mutlak. Semua serba relatif,
nisbi. Ukurannya diserahkan pada keinginan pribadi dan suara mayoritas.
Nah, ada empat kebebasan yang diusung demokrasi: kebebasan berpendapat,
kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan dan kebebasan bertingkah
laku. Gara-gara prinsip kebebasan berpendapat, muncullah pendapat jilbab
itu nggak wajib karena itu budaya Arab.
Nah, dengan prinsip
kebebasan bertingkah laku, kaum muslimah yang sudah terinfeksi paham
demokrasi, ngerasa sah-sah saja tidak menutup aurat. Ini kan badan gue!
Mo pake
Kata mereka. And so on, mau pake kerudung model apapun juga boleh.
Nah, aspirasi kebebasan para muslimah ini ditangkap oleh para pengusaha
yang kapitalis. En mereka manfaatkan nafsu liar para muslimah itu untuk
mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Bak gayung bersambut, para
muslimah yang kagak kuat iman, dan tergiur kepengen ngetop dengan cepat,
ngantri di pintu para pengusaha kapitalis itu. Yang kulitnya mulus
beruntung bisa jadi foto model produk kosmetik atau sabun kecantikan.
Yang kulitnya mirip-mirip amplas juga bisa jadi foto model…salep kulit
ama sabun cuci.
Meski begitu eksploitasi atau penjajahan
terhadap wanita dengan cara seperti ini nggak pernah tuh digugat.
Kalaupun pernah, tapi nggak seheboh para pemikir muslim kontemporer atau
para feminisme menggugat jilbab dan poligami. Karena memang prinsip
mereka adalah liberalisme, kebebasan. Selama ‘pelaku’ dan ‘korban’nya
merasa enjoy, ya itu sah-sah aja. Bukan eksploitasi tapi menjalankan
profesi.
::::Solusi Total
Maka penyebab muslimah belum
sadar berbusana komplit, adalah demokrasi dan sekulerisme penyebabnya.
Di alam ini, para muslimah diracuni lewat berbagai jalan agar melepaskan
jilbab dan kerudungnya. Lewat sinetron Montir-montir Cantik, misalkan,
para muslimah diajarkan supaya berani memamerkan bodi mereka di depan
kaum cowok. Bahwa kecantikan dan keseksian tubuh adalah aset yang bisa
dijual selain kemampuan jadi montir. He…he…he…film ini nggak pernah tuh
bikin gerah kaum pembela wanita.
Sementara pemikiran mereka
diancurin dengan ideologi sesat sekulerisme-liberalisme. Selain muncul
pemahaman kalau berjilbab itu nggak wajib, juga dikesankan
jilbab-kerudung itu menghambat aktivitas, en terkesan norak dan
kampungan.
Agar para muslimah selamat, nggak ada jalan lain
kecuali menghancurkan sekulerisme. Cuma, untuk itu para muslimah kudu
menumbuhkan sendiri keyakinan akan kebenaran Islam. Bahwa apa yang
dibawa oleh Islam itu benar tanpa ada keraguan. So, ngaji adalah
satu-satunya jalan. Dengan serius dan penuh keikhlasan ngaji, insya
Allah pikiran kita jadi bersih.
Dakwah adalah langkah
selanjutnya setelah mengaji. Kampanye penegakan syari’ah juga harus
dibarengi dengan kampanye busana muslimah. Perlu diserukan kepada para
muslimah bahwa: JILBAB ADALAH KEWAJIBAN BUKAN PILIHAN.
::::Tips Memilih Pakaian yang Nyaman dan Aman
Pakaian yang nyaman, maksudnya pakaian yang nggak bikin gerah, adem,
nggak ngganggu buat beraktivitas, dan tentunya menambah pede. Aman,
maksudnya nggak merusak kesehatan tubuh, misal kulit atawa rambut. Aman
di sini juga berarti terhindar dari melanggar aturan syara’. Bisa juga
berarti ‘aman’ dari tangan-tangan jahil. Nah, untuk mendapatkan baju
yang nyaman dan aman, ada beberapa hal yang kudu kamu perhatiin:
Bahan. Untuk pakaian rumah (tsiyab) kudu yang bersifat menyerap
keringat. Bahan kaus, batik atau katun adalah pilihan tepat. Yup, kayak
bahan buat baju tidur atawa daster gitu lho! Itu pas banget kalo buat
baju dalem karena adem dan tentunya membuat nyaman. Sedangkan buat
jilbab alias baju luar, bahan bisa lebih fariatif, tapi tetep kudu
membuat nyaman. Yang terpenting untuk jilbab ini jangan memilih bahan
yang terlalu tipis/transparan, sebab tentu saja tidak sesuai dengan
aturan Islam. Jilbab harus dari bahan yang tidak menampakkan kulit atau
pakaian dalam. Sebaliknya jangan pilih yang bahannya terlalu tebal,
seperti bahan celana/jeans/jaket. Bahan yang terlalu tebal, selain
kurang bagus penampilannya (kaku), juga bikin gerah. Bahan kerudung juga
sama, pilih yang adem agar kamu tidak kepanasan dan rambut tetap
terjaga kesehatannya. Jangan yang penting trendy tanpa mengindahkan
fungsinya sebagai penutup kepala.
Model. Untuk pakaian rumah,
model memang boleh macem-macem asalkan tidak memperlihatkan aurat. Namun
sebaiknya hindari model yang terlalu ribet karena kurang bagus bila
sudah dipadukan dengan jilbab. Misal model yang banyak renda-rendanya
atau ploinya. Mendingan yang simple aja biar nggak terlalu kelihatan
seperti ada ganjalan saat di atasnya dilapisi jilbab. Meski buat baju
rumah sah-sah aja rada-radar ketat, tapi sebaiknya hindari karena
seperti udah diulas di atas, baju ketat enggak bagus buat kesehatan
kulit. Sedangkan untuk jilbab, pada prinsipnya yang penting longgar dan
mengulur dari atas sampai ke dasar. Buat kamu yang badannya kurus,
tambahan ploi akan membantu mempercantik penampilanmu. Sedang buat yang
agak tambun, modelnya simple aja, jangan banyak ploi dan pernak-pernik
semisal tali atau pita. Untuk model kerudung, pilihlah yang mampu
menutup rambut sampai ke dada secara sempurna. Jangan asal ngejar trend
aja, Non!
Corak. Pilih corak yang tidak terlalu ramai. Buat
yang kurus dan tinggi, pilih corak? yang cenderung besar-besar, baik
corak bunga-bunga maupun kotak-kotak. Hindari corak garis-garis vertical
karena akan membuat kesan kamu seperti tiang listrik aja. Buat yang
rada ndut, pilih corak sedang-sedang saja, jangan terlalu kecil-kecil
atau besar-besar. Corak abstrak juga cocok. Hindari corak garis-garis
horizontal karena akan membuat kamu tampak makin lebar ke samping. Untuk
kerudung, hindari corak terlalu ramai, apalagi yang tidak senada dengan
jilbab kamu. Ntar malah tabrakan, nggak lucu.
Warna.
Sekali-kali jangan memilih warna yang menyolok yang bisa menarik
perhatian. Misal warna hijau seperti rompinya pak polisi atau merah
seperti warna bendera Indonesia. Pokoknya hindari warna-warna muda yang
seperti permen gitu. Sebaiknya pilih warna pastel, warna sejuk
(biru/hijau tua) atau warna-warna lembut lainnya yang nggak menyolok.
Harga. Belilah busana Muslimah sesuai anggaran. Tak perlu memakai
pakaian yang serba mahal, apalagi bila hanya untuk riya’. Bahan yang
bagus, corak yang oke dan model yang caem memang biasanya kamu dapat
dari bahan-bahan yang bukan murahan. Tapi kalo kamu pinter belanja,
dengan bahan yang nggak mahal kamu pun bisa tampil cantik. Oke?
0 komentar:
Posting Komentar
komunikasiKu