MENYAMBUT MALAM NISFU SYABAN
Oleh M Zaenal Muhyidin[*]
Rabu
malam Kamis, 4/5 Juli 2012 bertepatan dengan 14/15 Syaban 1433 H.
merupakan malam kelima belas dari bulan Syaban. Dalam tradisi masyarakat
Islam khususnya di Indonesia malam ini sering disebut dengan “malam nisfu syaban” yang artinya malam pertengahan bulan syaban yaitu malam kelima belas.
“Syaban” sebagai salahsatu nama bulan dalam kalender hijriah mempunyai arti “berkelompok” (biasanya bangsa Arab berkelompok mencari nafkah
pada bulan itu). Sya’ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah
Saw. selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram,
dan Rajab.
Salahsatu
pemuliaan Rasulullah Saw. terhadap bulan Syaban ini adalah beliau
banyak berpuasa pada bulan ini. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dan Abu Dawud dan disahihkan oleh
Ibnu Huzaimah yang artinya : "Usamah berkata pada Rasululllah Saw.,
'Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat)
sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban.' Rasul menjawab: 'Bulan
Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh
kebanyakan orang.’” Selain itu, menurut Rasulullah Saw pada bulan
ini pula yaitu pada malam nisfu sya’ban (malam kelima belas) seluruh
amal perbuatan manusia diangkat kepada Allah Swt. Sehingga Rasulullah
Saw berharap ketika amal perbuatanya diangkat kepada Allah Swt maka
Rasul dalam keadaan puasa. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i yang artinya : “Bulan
itu (Sya‘ban) berada di antara Rajab dan Ramadhan adalah bulan yang
dilupakan manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah
kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku di
angkat ketika aku berpuasa”. ( HR. al-Nasa’i)
Keutamaan Malam Nisfu Syaban
Keutamaan
malam Nisfu Sya‘ban sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari
Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu, bersabda Rasulullah Saw. yang
artinya: “Allah menjenguk datang kepada semua makhlukNya di Malam
Nisfu Sya‘ban, maka diampuni segala dosa makhlukNya kecuali orang yang
menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban)
Begitu juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA., beliau berkata: "Suatu
malam Rasulullah Saw shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga
aku menyangka bahwa Rasulullah Saw telah diambil, karena curiga maka
aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah
Rasulullah Saw. selesai shalat beliau berkata: "Hai ‘Aisyah engkau tidak
dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya
berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena
engkau bersujud begitu lama". Lalu Rasulullah Saw. bertanya: "Tahukah
engkau, malam apa sekarang ini?”. "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku.
"Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada
malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih
sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang
yang dengki" (HR. Baihaqi). Menurut perawinya hadits ini mursal (ada rawi yang tidak sampai ke Sahabat), aka tetapi hadits ini cukup kuat.
Malam Nisfu Sya‘ban juga termasuk malam-malam yang dikabulkan doa. Imam asy-Syafi‘i dalam kitabnya al-Umm, berkata: “Telah
sampai pada kami bahwa dikatakan: sesungguhnya doa dikabulkan pada lima
malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya
‘Idul fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam Nisfu Sya‘ban.”
Menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban
Malam
Nisfu Sya‘ban (malam kelima belas pada bulan Syaban) merupakan malam
yang penuh rahmat dan ampunan dari Allah Swt. Untuk itu, kita dianjurkan
bahkan disunnahkan untuk menghidupkan malam ini. Adapun cara
menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban sebagaimana yang dilakukan sekarang ini
tidak berlaku pada zaman Rasulullah Saw dan zaman para sahabat. Akan
tetapi hal ini berlaku pada zaman thabi‘in (zaman setelah para sahabat) dari penduduk Syam. Imam al-Qasthalani dalam kitabnya al-Mawahib al-Ladunniyah, berkata, “bahwa
para tabi‘in daripada penduduk Syam seperti Khalid bin Ma‘dan dan
Makhul, mereka beribadah dengan bersungguh-sungguh pada Malam Nisfu
Sya‘ban. Maka dengan perbuatan mereka itu, mengikutlah orang banyak untuk membesarkan malam tersebut.”
Para
tabi‘in menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban dengan dua cara, yaitu 1)
Sebagian mereka hadir beramai-ramai ke masjid dan berjaga di waktu malam
(qiyamullail) untuk shalat sunat dengan memakai harum-haruman, bercelak
mata dan berpakaian yang terbaik; 2) Sebagiannya lagi melakukannya
dengan cara bersendirian. Mereka menghidupkan malam tersebut dengan
beribadah seperti shalat sunat dan berdoa dengan cara sendirian.
Adapun
cara kita sekarang ini menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban dengan membaca
Al-Qur'an seperti membaca surah Yasin, berzikir dan berdoa dengan
berhimpun di masjid-masjid atau di rumah-rumah sendirian atau berjamaah
adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para tabi‘in
itu.
Dalam hadits Ali Ra., Rasulullah Saw. bersabda: "Malam
nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan shalat dan puasalah pada siang
harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu
Allah berfirman: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang
meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan
cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (HR. Ibnu Majah dengan sanad lemah).
Ulama
berpendapat bahwa hadits lemah dapat digunakan untuk Fadlail A'mal
(keutamaan amal). Walaupun hadits-hadits tersebut tidak sahih, namun
melihat dari hadits-hadits lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban dapat diambil kesimpulan bahwa Malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.
Amalan-Amalan dalam Malam Nisfu Sya‘ban
Untuk
menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban dapat kita lakukan dengan berbagai
cara, tapi hal-hal tersebut dilakukan dengan cara-cara yang baik yang
tiak bertentangan denga syraiat.
Di
antara hal yang dianggap bid‘ah dan bertentangan denga syariah oleh
sebagaian ulama dalam malam nisfu sya’ban itu adalah shalat sunat Nisfu
Sya‘ban. Menurut sebagian ulama, shalat sunat nisfu sya’ban sebenarnya
tidak tsabit, tidak kuat dasar hukumnyadan dan tidak ada dalam
ajaran Islam. Seperti Imam an-Nawawi dan Imam Ibnu Hajar telah
menafikan adanya shalat sunat Nisfu Sya‘ban. Karena menurut beliau suatu
shalat itu disyariatkan cukup sandarannya pada nash Al-Qur'an atau pada
hadits nabi.
Jika
seseorang itu masih juga ingin melakukan shalat pada malam nisfu
sya’ban, maka sebaiknya dia mengerjakan shalat-shalat sunat lain seperti
sunat Awwabin (di antara waktu maghrib dan Isya'), shalat Tahajjud
diakhiri dengan shalat Witir atau shalat sunat Muthlaq bukan khusus
shalat sunat Nisfu Sya‘ban. Shalat sunat Muthlaq ini boleh dikerjakan
kapan saja, baik pada Malam Nisfu Sya‘ban atau pada malam-malam lainnya.
Tapi ulama lain seperti Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Ihyaa’
(Juz 1 hal. 210) menyatakan bahwa shalat malam nisfu sya’ban adalah
sunat dan hal itu dilakukan pula oleh para ulama salaf. Bahkan para
ulama salaf menamakan shalat tersebut sebagai shalat khair (shalat yang baik). Begitu juga ulama-ulama lain seperti al-Allamah al-Kurdi. Selain dalam kitab al-Ihyaa’ juga dalam kitab-kitab lain seperti Khaziinah al-Asraar (hal. 36), al-’Iaanah (Juz 1 hal. 210), al-Hawaasyi al-Madaniyyah (Juz 1 hal. 223), dan al-Tarsyiih al-Mustafiidiin (hal. 101).
Nah, terlepas dari
‘kontroversi’ tentang amalan-amalan pada malam nisfu syaban khususnya
tentang shalat nisfu sya’ban yang dianggap bid’ah oleh sebagian ulama
dan dianggap sunat oleh ulama lain, maka kita sangat dianjurkan untuk
meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat,
zikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal shalih lainnya seperti
puasa pada siang harinya sebagaiman dicontohkan Rasulullah Saw.
sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang lupa akan kemuliaan bulan
sya’ban ini. Wallah a’lam bishawab !
[*] Penulis adalah Ketua Konsorsium PesantrenGlobal dan Ketua Yayasan Al-Mizan Langensari, Jatiwangi, Majalengka
0 komentar:
Posting Komentar
komunikasiKu